Tata Ruang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
|
Artikel ini perlu dirapikan atau ditulis ulang karena artikel ini bersifat umum sedangkan isinya ditulis dalam konteks yang terlalu spesifik/sempit. |
Suatu pandangan dari atas penggunaan ruang di
Surabaya
Tata ruang atau dalam bahasa
Inggrisnya spatial plan adalah wujud struktur
ruang dan pola ruang disusun secara
nasional,
regional dan
lokal. Secara nasional disebut
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang
darat, ruang
laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola ruang
Pola
Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
Tata ruang kota
Tata
ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga
perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di
wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:
- Perumahan dan permukiman
- Perdagangan dan jasa
- Industri
- Pendidikan
- Perkantoran dan jasa
- Terminal
- Wisata dan taman rekreasi
- Pertanian dan perkebunan
- Tempat pemakaman umum
- Tempat pembuangan sampah
Dampak dari rencana tata ruang di
wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan
kawasan mengakibatkan berkembangnya
kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem
transportasi, sulitnya mengatasi dampak
lingkungan yang berimplifikasi kepada
kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.
Pemanfaatan Tata Ruang
Program Penataan Ruang bertujuan meningkatkan sistem penyusunan
rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang,
dan memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk
mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan
kawasan-kawasan lindung; meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
organisasi penataan ruang di daerah, baik aparat pemerintah
daerah, lembaga legislatif, dan yudikatif maupun lembaga-lembaga
dalam masyarakat agar rencana tata ruang ditaati oleh semua pihak
secara konsisten.
Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang
konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya
mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat
masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya
kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah.
Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) sampai ayat (5)
Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan
secara lebih jelas mengenai korelasi penatagunaan tanah dengan
penataan ruang dengan uraian lengkapnya sebagai berikut: Pertama,
Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumber daya
alam lain. Kedua, Dalam rangka pengembangan penatagunaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan sumber daya
udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. Ketiga,
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak
prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas.
Keempat, Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi
lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah Dan Pemerintah
Daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah bagi pemegang
hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan
haknya.Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh (Soeromiharjo, 1990: 2)
intinya menyatakan sebagai berikut Pola penggunaan tanah perlu disertai
pedoman berupa ketentuan penggunaan tanah untuk berbagai
kebutuhan pembangunan menurut potensi dan fungsi tanah, baik fisik
maupun ekonomi. Secara keseluruhan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
mengatur aspek-aspek pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan
tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran
tanah.
Selanjutnya dalam penjelasan Bab II pasal demi pasal khususnya Pasal
33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 memberikan
kejelasan makna penyusunan neraca penatagunaan tanah, air, udara
dan sumber daya alam lain meliputi aktifitasaktifitas berikut ini
Pertama, Penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah,
sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain pada rencana
tata ruang wilayah. Kedua, Penyajian neraca kesesuaian
penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara dan
sumber daya alam lain pada rencana tata ruang wilayah. Ketiga,
Penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya
alam lain dan penetapan prioritas penyediaannya pada rencana tata
ruang wilayah. (Muchsin dan Koeswahyono, 2008: 140).
Sementara Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyatakan
perihal penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk
pembangunan sarana dan prasarana bagi kepentingan umum memberikan
hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas
tanah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007
menyebutkan juga hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan kepentingan
umum yang sesuai dengan rencana tata ruang dapat dilaksanakan
dengan proses pengadaan tanah yang mudah.Sesungguhnya Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 mengandung implikasi
politik hukum yang membahayakan hak atas tanah khususunya subjek
hak yang lemah aksesnya atas ekonomi, sosial, politik sehingga
akan dapat kehilangan hak atas tanah dengan mudah ketika
berhadapan dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dengan
alasan demi penataan ruang untuk pembangunan prasarana dan sarana
bagi kepentingan umum seperti fenomena penggusuran di hampir setiap
daerah di Indonesia setidak sepuluh tahun terakhir (Muchsin dan
Koeswahyono, 2008: 141).
Untuk itu menurut Maria Sumardjono, (2008: 249), seharusnya ada
ukuran atau parameter. Ukuran atau parameter yang wajib menjadi
pertimbangan sebelum diputuskan kebijaksanaan yang hendak diambil
Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk melakukan aktivitas
pengadaan tanah dengan alasan untuk kepentingan umum, yakni
sebagai berikut: Pertama, Apakah kebijaksanaan yang diambil
dapat mengakibatkan pelanggaran atas hak asasi manusia atau
tidak. Kedua, Apakah kebijaksanaan yang diambil akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kualitas kehidupan subjek pemegang atas tanah atau
tidak. Ketiga, Apakah kebijaksanaan yang diambil dalam hitungan neraca
keadilan lebih menguntungkan bagi Pemerintah atau Pemerintah
Daerah atau menguntungkan masyarakat.
Kendala dalam pemanfaatan tata ruang
Pada dasarnya kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang
tersebut antara lain: Pertama, Rencana yang tersusun tidak
memperhitungkan keserasian, keseimbangan dan kelestarian
lingkungan. Karena itu jika rencana tersebut dijalankan
sebagaimana yang ditetapkan maka diperkirakan dalam waktu jangka
panjang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lainya. Kedua, Tidak adanya ketegasan hukum bagi
setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya bahwa
setiap orang yang melakukan penyimpangan penggunaan rencana tata
ruang tidak pernah diberikan sanksi. Ketiga, Dalam perencanaan
tata ruang selalu disatukan dengan rencana pengembangan. Sehingga
penetapan rencana tata ruang menjadi kabur karena simpang siur
dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan mengacu
pada rencana tata ruang. Keempat, Dalam penetapan rencana tata
ruang lebih banyak di dominasi oleh keputusan politik, sehingga
obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat
berjalan dengan baik. Keli ma, Dalam menghadapi otonomi daerah setiap
daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga
setiap upaya pemanfaatan tata ruang diupayakan harus dapat
memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah.
Selain kendala tersebut di atas, dalam pemanfaatan tata ruang
berpotensi juga untuk menimbulkan konflik, jika pemanfaatan tanpa
dilakukan koordinasi dan perhitungan yang matang. Dengan demikian
kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang selalu juga
diikuti oleh kendala yang muncul berupa konflik dalam pemanfaatan
ruang yang tanpa ada koordinasi. Adapun konflik dalam pemanfaatan tata
ruang secara umum dapat dikelompokan yakni sebagai berikut: Pertama,
Potensi konflik antar wilayah. Kedua, Potensi konflik antar
sektor. Ketiga, Potensi konflik antar masyarakat dan pemerintah.
Keempat, Potensi konflik dalam pemanfaatan tata ruang itu sendiri.
Urgensi Pengaturan tata ruang dalam perda. Dengan memperhatikan apa
yang menjadi kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang dan
mencari formula yang tepat untuk mengatasi kenadala tersebut, maka
pengelolaan fungsi tata ruang perlu ditata dalam bentuk arahan,
pedoman dan ketentuan-ketentuan mengenai peruntukkan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tata ruang demi kelestarian
lingkungan hidup. Pola pengelolaan tersebut sudah barang tentu
mengacu pada asas-asas penataan ruang yaitu asas terpadu,
berdaya guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.Pengelolaan tata
ruang lebih dititik beratkan pada pada wujud fisik, penggunaan ruang
merupakan hasil pengambilan keputusan dari orang atau Badan
Hukum yang menguasai dan yang berhak dalam pengelolaannya sesuai
kegiatan dan kebutuhannya. Hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa
penggunaan ruang tidak boleh bertentangan dengan peruntukan ruang
lingkungan hidup sendiri yang dalam hal ini merupakan keputusan
pemerintah.
Sesuai dengan teori pengembangan wilayah, secara konseptual
pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian
upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber
daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan
kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan,
keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam usaha dalam pengembangan suatu wilayah terdapat suatu
keterkaitan yang sangat erat dengan penataan ruang suatu wilayah. Dengan
penataan yang baik, maka kinerja wilayah tersebut juga akan optimal dan
efisien. Sehingga dalam penataan ruang suatu wilayah harus memenuhi
beberapa prinsip penataan ruang.Pelaksanaan penataan wilayah di
Indonesia terutama di daerah padat penduduknya saat ini, baik
ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan maupun untuk kepentingan
lingkungan hidup sebenarnya masih belum optimal seperti apa yang
diharapkan/terkandung dalam Undang-undang Penataan Ruang.
Untuk mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan
pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, maka
kebijaksanaan pokok yang nanti dapat ditempuh yakni sebagai
berikut: Pertama, Mengembangkan kelembagaan melalui penetapan
organisasi pengelolaan yang mantap, dengan rincian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. Kedua, Meningkatkan
kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan
penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.
Ketiga, Memasyarakatkan penataan ruang dan penataan pertanahan
demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup kepada masyarakat dan dunia
usaha serta unsur lain. Keempat, Memantapkan pemanfaatan rencana tata
ruang sebagai acuan bagi pembangunan daerah dengan perhatian khusus
pada kawasan cepat berkembang, dan kawasan andalan, serta
kawasan strategis. Kelima, Memantapkan pengendalian pemanfaatan
ruang termasuk pengamanan terhadap kawasan yang memiliki aset
penting bagi pemerintah daerah. Keenam, Meningkatkan sistem informasi,
pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan
demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.
Pada dasarnya proses penataan ruang demi menjaga kelestarian
lingkungan hidup meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian. Penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan
penataan ruang khusus wilayah kabupaten yang ada di Indonesia
meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang dilaksanakan menurut
langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, Menetapkan arah
pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial
budaya, dan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi
pertahanan keamanan. Kedua, Mengidentifikasi berbagai potensi dan
masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan. Ketiga,
Perumusan perencanaan tata ruang. Keempat, Penetapan rencana tata
ruang.
Melalui penataan ruang yang bijaksana, kualitas lingkungan
akan terjaga dengan baik, namun bila dilakukan dengan kurang
bijaksana maka tentunya kualitas lingkungan juga akan terganggu.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Hal
tersebut tentunya dengan mewujudkan keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam
penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan
memperhatikan sumberdaya manusia serta mewujudkan perlindungan
fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang
Paling tidak ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan
berwawasan lingkungan hidup, yakni sebagai berikut: Pertama,
Pembangunan/pengelolaan sumber daya secara bijaksana. Kedua,
Pembangunan berkesinambungan sepanjang Pemanfaatan ruang wilayah
dilaksanakan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan
itu sendiri. Agar keputusan terkait alokasi ruang dan sumberdaya
alam dalam rencana tata ruang dapat memberikan manfaat dalam
jangka panjang dan menjamin keberlanjutan, maka perlu diperhatikan
ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Ketentuan tersebut menunjukkan
adanya keterkaitan yang sangat erat antara penataan ruang
dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
merupakan kunci bagi berhasilnya upaya pengembangan wilayah.
Lingkungan di dalam penataan ruang merupakan aspek yang
sangat penting disamping aspek sosial budaya, yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Pertimbangan lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah adalah mutlak
untuk diperhatikan karena apabila aspek lingkungan tidak diintegrasikan,
akan memberikan dampak yang sangat besar terutama bagi
kehidupan masyarakat di kemudian hari. Karena pada dasarnya lingkungan
memiliki keterbatasan daya dukung dan daya tampung dalam menopang
kehidupan baik manusia maupun makhluk lainnya, sehingga apabila
daya dukung tersebut terlampaui maka sudah dapat dipastikan
kelestarian fungsi lingkungan akan terganggu.
Pembangunan tata ruang yang berwawasan pada pada pelestarian
fungsi komponen lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan dengan
kebijakan terpadu, menyeluruh dan memperhitungkan kebutuhan
generasi sekarang dan mendatang. Kebimasa. Ketiga, Peningkatan
kualitas hidup generasi demi generasi.Sejalan dengan apa yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun
1988 mengenai prinsip penggunaan sumber daya alam untuk
pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain sebagai berikut:
Pertama, Dalam rangka pembangunan sumber-sumber alam harus
digunakan secara rasional. Kedua, Pemanfaatan sumber-sumber daya
harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan hidup. Ketiga,
Harus dilakukan dengan kebijaksanaan dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi yang akan datang. Keempat, Memperhitungkan
hubungan kait mengkait dan ketergantungan antara berbagai
masalah.Berdasarkan uraian tersebut, maka regulasi terhadap tata
ruang melalui peraturan daerah merupakan hal yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Daerah ini sangat membutuhkan regulasi berupa
peraturan daerah terhadap tata ruang, sehingga impelemntasi di
lapangan terutama dalam pemanfaatan lahan dan lingkungan hidup
benar-benar sesuai dengan payung hukum yang ada. Hal yang
lebih utama juga dalam rancangan peraturan daerah nanti harus
tetap memperhatikan apa yang menjadi prinsip atau asas-asas utama
dalam tata ruang daerah sendiri.